Mantan Sekda Pringsewu Vonis 1 Tahun Dinilai Tak Adil, Kritik Mengarah ke Meja Hakim

Pringsewu, ungkapkasus.id

 

Putusan Pengadilan Tipikor Tanjungkarang terhadap terdakwa Drs. Heri Iswahyudi, M.Ag., mantan Ketua LPTQ sekaligus Sekretaris Daerah Kabupaten Pringsewu, menuai kritik dari berbagai pihak. Hakim menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara kepada Heri dalam perkara korupsi dana hibah LPTQ Tahun Anggaran 2022.

 

Dalam sidang yang digelar Rabu, 19 November 2025, Majelis Hakim yang dipimpin Enan Sugiarto menyatakan Heri terbukti bersalah sesuai Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Majelis menjatuhkan hukuman berupa 1 tahun penjara, uang pengganti Rp5 juta subsidair 3 bulan, serta biaya perkara Rp5.000.

 

Putusan ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejari Pringsewu, yang sebelumnya menuntut Heri dengan pidana 4 tahun 9 bulan, denda Rp250 juta, serta uang pengganti Rp39,2 juta.

 

Sementara itu, dua terdakwa lain dalam kasus yang sama—Tri Prameswari (Bendahara) dan Rustiyan (Sekretaris LPTQ)—telah lebih dulu divonis pada tingkat pertama dengan pidana 2 tahun, dan kini sedang menempuh banding.

 

Kondisi tersebut menimbulkan tanda tanya publik, karena ketua lembaga yang disebut paling bertanggung jawab justru menerima hukuman yang lebih ringan dibandingkan bawahan.

 

Kritik Ketua Rubik Lampung Ferry

menilai putusan ini tidak mencerminkan rasa keadilan. Ia menyebut ada kejanggalan ketika aktor utama justru mendapat hukuman paling ringan.

 

“Bagaimana mungkin bendahara dan sekretaris dijatuhi hukuman dua tahun, sementara ketuanya hanya satu tahun? Ini tidak masuk akal. Hakim seharusnya melihat hierarki tanggung jawab,” tegas Ferry.

 

Menurutnya, putusan ini berpotensi mengaburkan pesan pemberantasan korupsi. Ferry mengatakan bahwa publik dapat menafsirkan keputusan tersebut sebagai bentuk ketidakadilan dalam penegakan hukum.

 

Ferry juga menilai Kejaksaan perlu mencermati dan mengkritisi putusan tersebut. “Kejaksaan harus mempertimbangkan banding. Jika tidak, ini akan menjadi preseden buruk,” ucapnya.

 

Kerugian Negara dan Pemulihannya

 

Dalam kasus ini, penyalahgunaan dana hibah LPTQ tahun 2022 menimbulkan kerugian negara sebesar Rp602.706.672, sebagaimana terungkap dalam persidangan. Kejaksaan Negeri Pringsewu menyampaikan bahwa hingga saat ini pemulihan kerugian negara telah mencapai Rp563.462.676.

 

JPU Kejari Pringsewu menyatakan akan mempelajari putusan secara mendalam untuk menentukan langkah hukum selanjutnya, termasuk kemungkinan pengajuan banding.

(Bambang)