DPRD Lampung Godok Perda Tata Niaga Singkong

Ungkap Kasus, BandarlampungAnggota DPRD Provinsi Lampung, Budhi Condrowati, menegaskan komitmen legislatif untuk melahirkan Peraturan Daerah (Perda) Tata Niaga Singkong sebagai payung hukum yang melindungi petani sekaligus menjaga keseimbangan kepentingan industri pengolahan.

Politisi PDI Perjuangan yang juga tergabung dalam Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong ini menyebut, persoalan harga singkong di Lampung tak kunjung tuntas karena belum ada regulasi yang mengatur sistem tata niaganya secara menyeluruh.

“Sudah lama saya sampaikan, Lampung butuh aturan yang adil. Regulasi ini tidak boleh melemahkan petani, tapi juga tidak boleh merugikan perusahaan. Prinsipnya harus win-win solution,” kata Budhi pada Selasa, (14/10/2025).

Ia menjelaskan, Perda Tata Niaga Singkong nantinya diharapkan mampu menciptakan transparansi harga, kepastian kontrak kerja, serta perlindungan bagi petani dan pelaku usaha.

“Selama ini fluktuasi harga singkong sering menimbulkan gejolak di tingkat petani. Dengan regulasi ini, kita ingin ada kepastian harga dan keadilan distribusi keuntungan,” ujarnya.

Budhi juga menekankan pentingnya proses penyusunan Perda yang terbuka dan partisipatif.

Ia menilai, kolaborasi antara petani, asosiasi, dan industri pengolah menjadi kunci agar aturan tersebut efektif di lapangan.

“Petani, asosiasi, dan pelaku industri harus duduk bersama. Kita ingin Perda ini lahir dari kesepahaman, bukan hanya dari meja rapat. Regulasi harus bisa dijalankan, bukan sekadar formalitas,” tegasnya.

Sebelumnya, Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Provinsi Lampung pada Senin (13/10/2025) bertemu Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal.

Dalam pertemuan itu, Gubernur menyatakan kesiapannya menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) terkait harga singkong sebagai perlindungan sementara bagi petani sebelum Perda disahkan.

Ketua PPUKI Lampung, Dasrul Aswin, menyambut baik langkah tersebut.

Ia menegaskan perlunya dasar hukum yang melindungi petani dari posisi tawar yang lemah dalam penentuan harga.

“Kita butuh aturan yang memberi kepastian dan keadilan bagi petani. Selama belum ada dasar hukum yang jelas, petani akan selalu berada di posisi lemah,” ujar Dasrul.