KOPRI PMII Pringsewu Suarakan Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

Pringsewu, ungkapkasus.id

KOPRI PMII Pringsewu menggelar sarasehan advokasi kekerasan pada perempuan dan anak dengan tema “Anti Toxic Vibe, Lawan Kekerasan Sebar Cinta dan Bersuara” di Sekretariat PMII Pringsewu. Acara ini dihadiri oleh anggota dan kader PMII Pringsewu.

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Pringsewu terus menunjukkan angka yang memprihatinkan, dengan variasi bentuk kekerasan seperti kekerasan seksual, KDRT, kekerasan pacaran, dan incest. Maka dari itu, untuk menumbuhkan kesadaran, kepedulian serta merumuskan rekomendasi kebijakan dan aksi nyata berbasis komunitas diadakanlah kegiatan tersebut

 

Acara tersebut dibuka oleh Ketua KOPRI PC PMII Pringsewu, Siti Hajarotul Aini, S.Pd, menekankan pentingnya kepedulian dan kepekaan terhadap masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Pringsewu. Beliau juga menyampaikan harapan bahwa acara ini dapat menjadi wadah untuk meningkatkan kesadaran dan semangat masyarakat untuk peduli dan melaporkan kasus kekerasan.

 

 

Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2A) semester pertama tahun 2025, tercatat 12 kasus kekerasan dengan 13 korban. Namun, Desi Dwiningsih S.Kom, aktivis pemerhati perlindungan perempuan dan anak dari Perkumpulan Damar Lampung, menyatakan bahwa angka kekerasan sebenarnya lebih tinggi karena banyak kasus yang tidak dilaporkan.

 

Beberapa regulasi yang berlaku untuk pelaporan ke Polres antara lain:

– Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

– Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

– Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

– Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)

– Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dari Kekerasan

 

Acara ini berlangsung dengan berbagai diskusi, terutama pertanyaan yang dilempar oleh Elsa Syafitri terkait, kasus pencabulan anak oleh waria yang terjadi di pesawaran. Pemateri menanggapi bahwa anak tersebut merupakan korban kekerasan seksual dan pencabulan, serta pelaku pembunuhan. Pemateri juga menekankan bahwa kekerasan terhadap anak dapat berakibat fatal dan merusak akal sehatnya.

 

Lebih lanjut, Desi Dwiningsih menyarankan pembentukan forum-forum edukasi dan diskusi tentang kekerasan berbasis gender untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan melindungi korban kekerasan. Dengan demikian, masyarakat dapat berani bersuara dan suaranya terlindungi hukum, serta korban bukan aib yang harus menyiksa dirinya sendiri dengan trauma yang tak berkesudahan.

Ardi