Lampung Selatan ,Ungkap kasus. id
Kegiatan rembuk stunting yang digelar Pemerintah Desa (Pemdes) Tanjung Sari, Kecamatan Palas, kembali menuai sorotan. Pasalnya, terdapat dugaan pemotongan uang saku peserta yang seharusnya sebesar Rp50 ribu per orang, namun hanya diterima Rp20 ribu. Selasa, 19/8/2025
Bendahara Desa Tanjung Sari, Beni, menyebutkan kegiatan tersebut dianggarkan sebesar Rp3 juta. Dana itu dialokasikan untuk konsumsi, uang saku narasumber, dan uang saku peserta.
Anggarannya memang Rp3 juta. Untuk peserta dianggarkan Rp50 ribu, narasumber Rp200 ribu, serta snack,” jelas Beni.
Namun, keterangan berbeda disampaikan Kepala Desa Tanjung Sari, Jarwono. Ia mengakui pembagian uang saku tidak sesuai anggaran awal, dengan alasan jumlah peserta yang hadir membengkak.
Sebenarnya untuk peserta Rp50 ribu, tapi undangan resmi hanya 20 orang. Ternyata yang datang 85 orang, jadi uang saku itu kami bagi rata ke semua peserta, sehingga masing-masing hanya menerima Rp20 ribu. Untuk narasumber tetap Rp200 ribu,” ujarnya.
Pernyataan itu dipertanyakan oleh seorang narasumber kegiatan yang enggan disebutkan namanya. Menurutnya, jumlah peserta yang hadir tidak sampai 85 orang.
Absen terakhir yang saya lihat hanya 45 orang. Logikanya juga kalau 85 orang, ruang aula desa pasti penuh,” ucapnya.
Sejumlah peserta mengaku keberatan karena uang saku yang diterima jauh lebih kecil dari ketentuan awal. Mereka menilai panitia kurang transparan dalam mengatur keuangan kegiatan tersebut.
Kasus ini menambah daftar panjang sorotan publik terhadap pengelolaan dana desa. Padahal, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menegaskan kewajiban kepala desa melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang akuntabel, transparan, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (Pasal 26 ayat 4).
Minimnya kompetensi perangkat desa, lemahnya pengawasan masyarakat, hingga tidak optimalnya peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD), disebut-sebut sebagai faktor yang membuka ruang terjadinya penyimpangan dana desa. Padahal, Pasal 68 UU Desa telah menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi dan terlibat aktif dalam pembangunan desa.(Tim)