Gepak Sindir Kejati Lampung Usai Kejari Lamteng Tetapkan Tersangka Kasus Hibah KONI

Bandar Lampung, ungkapkasus.id

 

Langkah Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Tengah yang menetapkan Ketua dan Bendahara KONI Lampung Tengah sebagai tersangka korupsi dana hibah tahun 2022 dinilai sebagai pukulan telak bahkan sindiran tajam terhadap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung yang hingga kini belum menuntaskan kasus serupa di level provinsi.

 

Ketua Umum Gerakan Pergerakan Anti Korupsi (Gepak) Lampung, Hi. Wahyudi SE, secara terbuka menyampaikan apresiasi kepada Kejari Lampung Tengah, namun sekaligus menyindir keras lambannya langkah Kejati Lampung dalam menangani kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Provinsi Lampung senilai Rp2,5 miliar.

 

“Ini tamparan keras buat Kejati Lampung. Kejari Lampung Tengah justru menunjukkan bagaimana penegakan hukum itu harus dijalankan. Tegas, jelas, dan tidak tebang pilih. Beda sekali dengan Kejati Lampung yang seakan ‘tak berdaya’ menangani kasus yang sudah jelas aktor dan jejaknya,” tegas Wahyudi, Sabtu (29/7/2025).

 

Ia menyebut kasus dana hibah KONI di Lampung Tengah mirip dengan kasus di level provinsi, di mana proses pencairan dana juga dilakukan oleh Ketua dan Bendahara Umum.

 

Namun, hingga kini belum ada penetapan tersangka terhadap dua sosok kunci di KONI Provinsi Lampung saat itu: Yusuf Barusman sebagai Ketua Umum dan Liliana Ali sebagai Bendahara Umum.

 

“Kalau di Lampung Tengah saja bisa ditetapkan dua tersangka karena dana hibah tidak bisa dipertanggungjawabkan, lantas kenapa Kejati Lampung belum menetapkan siapapun dalam kasus yang nilainya bahkan lebih besar? Ini kan jadi tanda tanya publik,” ujarnya.

 

Wahyudi menegaskan, publik tidak buta melihat siapa yang bertanggung jawab dalam struktur organisasi.

 

“Yang tanda tangan pencairan dana KONI itu dua orang Ketua dan Bendahara. Sama seperti di Lampung Tengah. Jadi tak ada alasan Kejati menunda terlalu lama,” sindirnya tajam.

 

Menurutnya, keberanian Kejari Lampung Tengah patut dijadikan cermin bagi institusi hukum lain di provinsi ini, terutama dalam menindak kasus-kasus yang menyeret nama-nama besar.

 

“Kalau Kejati Lampung diam, masyarakat akan menilai ada ketimpangan. Ada kesan pilih kasih. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas,” tegas Wahyudi.

 

Ia mendesak Kejati Lampung segera bertindak objektif dan profesional menuntaskan kasus KONI Lampung tanpa pandang bulu.

 

“Jangan tunggu tekanan publik semakin keras. Ini soal kepercayaan rakyat pada hukum,” ujarnya.

 

Dukungan atas sikap tegas Kejari Lampung Tengah juga datang dari kalangan profesional hukum. Praktisi hukum Indah Meilan SH dari kantor hukum MEYLANDRA LAW turut mengapresiasi langkah tersebut dan menilai bahwa tanggung jawab atas pengelolaan dana hibah memang sepenuhnya berada di tangan Ketua dan Bendahara.

 

“Menanggapi pernyataan Ketua Gepak Provinsi Lampung, memang benar bahwa sesuai dengan tugas dan tupoksi masing-masing, bendahara bertugas sebagai pelaksana kebijakan keuangan, pengelola anggaran, pembukuan dan verifikasi, penyusun laporan keuangan, serta sebagai pendamping dan narasumber. Jadi sudah jelas, semua pengelolaan keuangan bersumber dari bendahara atas persetujuan ketua,” ujar Indah.

 

Ia menambahkan, dalam konteks markup atau selisih anggaran, tanggung jawab penuh ada pada dua pihak utama.

 

“Tidak mungkin melibatkan orang lain dalam hal ini. Orang lain itu hanya sebagai anggota dan memiliki fungsi yang berbeda. Segala sesuatu harus didasarkan pada tugas dan fungsi masing-masing,” jelasnya.

 

Lebih jauh, Indah menegaskan bahwa jika sebuah organisasi seperti KONI menerima dana hibah dari negara, maka pengelolaannya harus dilakukan secara akuntabel. Jika disalahgunakan, maka jelas akan berujung pada pelanggaran hukum berat.

 

“Dampaknya sudah jelas: akan bermuara pada tindak pidana korupsi. Dan ancaman hukuman berdasarkan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi paling singkat adalah 4 tahun, dan paling lama 20 tahun. Itu berlaku bagi Ketua dan Bendahara,” tegasnya.

 

Ia menilai, tidak ada ruang untuk melempar tanggung jawab kepada pihak lain. “Ketua dan Bendahara adalah ujung tombak dari seluruh kegiatan organisasi. Maka tidak tepat jika mereka tidak dijadikan tersangka. Peran mereka sangat jelas, dan kerugian negara yang ditimbulkan juga nyata,” pungkas Indah.

Bambang