Lampung Selatan, Ungkapkasus.id
Pembelian mobil siaga desa oleh Pemerintah Desa Rejomulyo, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan, menuai sorotan. Pasalnya, kendaraan dinas yang bersumber dari Dana Desa (DD) dan Pendapatan Asli Desa (PADes) itu justru diatasnamakan pribadi, yakni Sekretaris Desa (Sekdes) Rejomulyo, Wawan Setiawan.
Dugaan pelanggaran muncul karena mobil siaga desa seharusnya menjadi aset milik desa yang digunakan untuk kepentingan umum, bukan pribadi. Penggunaan nama pribadi dalam dokumen kepemilikan mobil rawan disalahgunakan dan berpotensi menimbulkan penyimpangan anggaran.
Saat dikonfirmasi pada Minggu, 6 Juli 2025, Kaur Keuangan Desa Rejomulyo, Fatkur, membenarkan bahwa mobil tersebut memang belum atas nama desa, melainkan Sekdes Rejomulyo.
“Benar, mobil itu sementara atas nama Pak Wawan, Sekdes kami. Alasannya karena kalau atas nama desa, proses mutasi dan balik nama lebih sulit. Kami inisiatif pakai nama pribadi dulu,” ujar Fatkur saat ditemui di kediamannya.
Fatkur menjelaskan bahwa mobil siaga yang dibeli adalah jenis Suzuki APV tahun 2013. Pembelian dilakukan dengan total anggaran sebesar Rp85 juta, yang bersumber dari Dana Desa sebesar Rp50 juta dan PADes hasil sewa lahan sawah bengkok sebesar Rp35 juta. Sementara Rp3 juta lainnya digunakan untuk pengurusan surat-surat kendaraan.
“Jadi, kalau dihitung semua, termasuk mutasi dan balik nama, totalnya sekitar Rp85 juta,” jelasnya.
Fatkur juga menyampaikan bahwa keberadaan mobil siaga sangat bermanfaat untuk pelayanan masyarakat, khususnya di bidang sosial. Salah satu fungsinya adalah mengantar warga yang sakit ke rumah sakit.
“Kalau ada warga yang mau pakai mobil, mereka hanya dikenakan biaya pengganti bensin. Untuk ke rumah sakit tingkat kabupaten Rp100 ribu, dan ke provinsi Rp250 ribu,” terangnya.
Namun, mobil tersebut hingga kini belum dipasangi stiker identitas sebagai mobil siaga desa. Ketika ditanya alasannya, Fatkur berdalih bahwa pihak showroom menyarankan agar tidak memasang stiker dulu karena dikhawatirkan mengganggu proses mutasi.
“Ini mobil baru dua bulan dari Jawa, proses mutasi ke Lampung belum selesai. Jadi sementara tidak boleh ditempel stiker dulu,” katanya.
Terkait kepemilikan atas nama pribadi, Fatkur mengaku bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan musyawarah internal. Meski demikian, ia menyebut musyawarah itu hanya sebatas lisan.
“Sudah dibahas dengan kepala desa, Sekdes, dan Ketua BPD. Semuanya setuju kalau mobil atas nama Pak Sekdes. Waktu itu ditawarkan ke yang lain, tapi tidak ada yang mau,” ucapnya.
Sekretaris Desa Rejomulyo, Wawan Setiawan, juga membenarkan bahwa mobil tersebut saat ini atas namanya. Ia berdalih bahwa proses balik nama ke atas nama desa sedang berlangsung.
“Mutasi dan balik nama sudah proses di Samsat. Tinggal menunggu cetak STNK dan BPKB saja,” jelas Wawan.
Wawan juga menyebut bahwa pengadaan mobil sudah sesuai arahan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Lampung Selatan, khususnya saat pembahasan APBDes di Kecamatan Ketapang.
“Kami beli mobil ini sesuai petunjuk dari Pak Iqbal di Dinas PMD. Dana dari DD Rp50 juta dan PADes Rp35 juta. Sisanya nanti digunakan untuk balik nama dari saya ke nama desa,” kata dia.
Meski Wawan dan Fatkur kompak menyebut bahwa ini hanya solusi sementara, publik mempertanyakan legalitas dan akuntabilitas keputusan tersebut. Sebab, hingga kini, tidak ada dokumen resmi atau keputusan tertulis yang mengatur pembelian aset desa atas nama pribadi.
Pengamat kebijakan publik menilai bahwa pembelian aset desa atas nama individu, meski bersifat sementara, tetap melanggar prinsip tata kelola pemerintahan desa yang baik dan transparan.
“Jika tidak segera diklarifikasi secara tertulis dan disertai bukti serah terima, ini bisa masuk ranah penyalahgunaan wewenang,” ujar seorang aktivis LSM yang enggan disebutkan namanya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan resmi dari pihak Kecamatan Palas maupun Dinas PMD Lampung Selatan mengenai status hukum dari mobil siaga yang masih atas nama pribadi tersebut. Pihak kecamatan diharapkan segera melakukan klarifikasi dan audit terhadap pembelian aset desa ini agar tidak menimbulkan kecurigaan publik lebih lanjut.(Tim)