WAY KANAN – ungkapkasus.id
Warga Kampung Gedung Jaya, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, mendesak pihak yang selama 25 tahun menguasai lahan di wilayah mereka untuk segera angkat kaki. Masyarakat menilai keberadaan pihak tersebut tidak lagi memiliki dasar hukum yang sah.
Kepala Kampung (Kakam) Gedung Jaya, Erwan, menyampaikan bahwa pihaknya menerima surat somasi dari seseorang berinisial J yang mengklaim memiliki hak atas tanah tersebut. Namun menurutnya, klaim itu keliru.
“Lahan yang diakui oleh J itu sebenarnya bukan berada di kampung kami, tapi di kampung sebelah, yakni Tiyuh Baru di Kecamatan Negeri Besar,” ujar Erwan, Kamis 10 Juli 2025.
Ia menegaskan bahwa masyarakat Gedung Jaya memiliki bukti kuat atas kepemilikan lahan tersebut, termasuk peta tata letak wilayah yang telah ada sejak tahun 1985.
“Selain peta, kami juga bisa buktikan pembayaran pajak atas lahan itu oleh warga. Surat tagihan pajaknya ada, jadi jangan asal klaim,” tegas Erwan.
Lebih lanjut, Erwan mengatakan bahwa keberadaan dua sertifikat yang kerap disebut-sebut dalam konflik ini belum pernah ditunjukkan secara nyata kepada masyarakat.
“Kami belum pernah melihat sertifikat yang dimaksud itu seperti apa. Tapi kami punya bukti lain seperti SKT, peta wilayah, dan pembayaran pajak,” imbuhnya.
Ia berharap pihak yang meresahkan warga, termasuk mereka yang telah menanam tanaman di atas lahan tersebut, dikenai sanksi tegas karena dianggap telah menyerobot lahan milik warga.
Ketika ditanya apakah pihak kampung akan melakukan tindakan hukum balik terhadap J, Erwan menyebutkan hal itu sangat mungkin dilakukan dalam waktu dekat.
“Kami siap lapor balik ke Polda Lampung kalau mereka terus memaksakan hak yang tidak jelas. Kalau benar itu miliknya, turunkan BPN, buktikan dulu wilayahnya,” tandasnya.
Sikap tegas juga datang dari salah satu warga, Alfian. Ia mengatakan bahwa dirinya sebagai putra daerah sangat memahami batas wilayah kampung.
“Klaim J itu salah alamat. Ini wilayah kami, Gedung Jaya, bukan Tiyuh Baru. Kami tahu betul sejarah dan batas wilayahnya,” katanya.
Menurut Alfian, masyarakat tidak akan tinggal diam dan akan terus memperjuangkan hak mereka atas tanah yang telah menjadi sumber kehidupan selama puluhan tahun.
“Cukup sudah masyarakat dimanfaatkan dan dijadikan kambing hitam. Ini tempat kami tinggal dan mencari nafkah, bukan sekadar coretan pena di atas kertas,” tegasnya.
Ia menambahkan, warga juga memiliki dokumen pendukung seperti peta wilayah dari 1985 untuk memperkuat klaim mereka.
Sementara itu, kuasa hukum pihak J, Japriyanto, membantah seluruh tuduhan masyarakat. Ia menegaskan bahwa lahan yang diklaim warga telah bersertifikat dan telah melalui proses pengembalian batas resmi dari BPN.
“Yang mereka tunjukkan itu hanya peta administratif. Kami justru meminta perlindungan hukum kepada aparat karena ini sudah mengarah ke aksi premanisme dan pelanggaran hukum,” pungkasnya.
(Tiem)